Tak dapat dipungkiri, kemajuan dunia pariwisata kita seiring dengan peningkatan ekonomi masyarakat. Gimana mau jalan jalan kalau ndak punya uang. Buat makan aja susah, itu kalimat yang otomatis terlontar kalau ada penawaran berkunjung ke sebuah tempat wisata bagi sebagian masyarakat dengan tingkat ekonomi pas pas-an. Kalimat yang sama juga akan terlontar dari mulut gue saat ini kalau ada yang menawarkan hal tersebut.
Namun jika kita lebih teliti, ada pertanyaan yang mengemuka, kenapa saat ini semua orang yang terlibat di dunia wisata menjadi sangat money oriented. segala sesuatunya menjadi sangat mahal saat ini. Apa hanya orang berduit yang bisa berwisata? Jadi bertambah lagi kalimat yang mengikuti hidup rakyat jelata,... orang miskin dilarang sakit dan dilarang berwisata. he he he
Ada banyak persamaan yang menjadi pola mengeruk uang bagi pelaku wisata di seluruh Indonesia, mulai dari parkir kendaraan yang seragam di semua tempat wisata. Untuk tempat wisata yang dikelola masyarakat setempat dan pemerintah setempat harga parkir nya sepakat 5.000 dan akan berlipat ganda kalau dikelola swasta. Secangkir kopi mix minimal 5000 bahkan sampai 10.000. teh botol 5.000, coca cola dan teman teman 10.000, indomie 10.000 sampai 15.000, Nasi goreng yang gak ada rasanya jadi 20.000 mulai dari Ragunan, Pangandaran, sampai Lombok. he he he... Luar Biasa.. jadi jangan tanya kalau makanan yang lebih punya nama dan biasa di konsumsi orang berduit..
Yang juga menjadi cara bagi banyak pengelola wisata terutama pemda, ada asuransi untuk kendaaraan yang memasuki areal wisata yang hanya berjarak paling jauh 1 kilometer, ada juga retribusi untuk kebersihan, dinas pendapatan daerah, asuransi jiwa, dan banyak tetek bengek lainnya yang dijadikan paket untuk pintu masuk daerah wisata. Mungkin semuanya akan terasa wajar jika semua yang kita bayar sesuai dengan apa yang kita temukan dilokasi tersebut. Fasilitas umumnya sangat alakadarnya, yang bagus hanya pintu gerbangnya yang pasti dibangun dari uang rakyat.
Coba perhatikan tujuan wisata yang lebih khusus seperti Bali, Lombok, Karimun Jawa, Raja Ampat, Bunaken, Toba, dan wisata pantai, rasanya rakyat jelata seperti gue hanya bisa nonton di TV atau denger denger dari tetangga yang lebih beruntung.... Mahalllll pasti mas Bro n sist.....
Trus apa yang dilakukan pemerintah dari negara yang lagi belajar demokrasi ini.... Retorika masa orba masih membayangi setiap langkah pemerintah.... PNS nya dari profesor sampai tamatan sma masih banyak yang membuat program yang hanya mementingkan bungkus luarnya, tidak sampai menyentuh persoalaan dasar, tidak terkordinasi dengan baik antar instasi menjadi kendala yang selalu ada. Banyak program yang nota bene dibayar dengan uang negara, hanya bagus di teori dan sangat buruk di pelaksanaannya. terus diklaim berhasil dengan parimeter yang lebih mengandalkan angka angka... Sebuah kebodohan yang terus berulang dan berulang...
Belum lagi jagoan jagoan lokal yang memasang tampang garang dan mengutip uang takut dengan karcis atau tanpa karcis. atau organisasi masyarakat yang merasa jadi penguasa daerah.
Jadi bersiaplah membayar dan membayar untuk menikmati keindahan negeri sendiri. Jika pemahaman bahwa tidak ada yang gratis di dunia ini masih bisa kita terima dengan senang hati, namun tentunya jangan sampai berlebihan. Kita rakyat yang bodoh ini juga sangat menyadari bahwa tempat wisata perlu perawatan, dan pegawai pegawai yang bernaung dibawahnya perlu untuk makan anak bininya. Tetap jangan berlebihan.
Ini lah Indonesia, masihkah kita bangga menjadi Indonesia.